[Busaku] Review Kelenjar Laut


Judul: Kelenjar Laut
Penulis: D. Zawawi Imron 
Penerjemah: -
Penerbit: Diva Press
Tebal: 104 Halaman
Tahun Terbit: 2022 (Pertama kali terbit 2007)


Telur

Dubur ayam yang mengeluarkan telur
Lebih mulia dari mulut intelektual yang hanya menjanjikan telur

D. Zawawi Imron 

Puisi di atas merupakan salah satu puisi beliau dan puisi tersebut dibacakan di depan Presiden Joko Widodo dan 7000 budayawan se-Indonesia pada Kongres Kebudayaan tahun 2018. Puisinya simpel dan menggelitik. Namun, sarat akan makna. Oh iya, hampir aja kelupaan, assalamu'alaikum minna-san~ konnichiwa! Gimana kabarnya? semoga sehat dan baik selalu ya hehehe, btw seperti biasa mengingatkan kalau semua yang tertulis di sini merupakan opini pribadi, kalau kalian saat membaca buku ini dan merasa berbeda pendapat denganku, ini hanya masalah perbedaan selera sahaja, jadi kalem wkwkwk.

OK, pertama-tama sebelum aku masuk ke inti ulasan, aku bakal nyeritain awal bagaimana aku bisa ketemu ini buku. Seperti biasa, bukan Sya kalau nggak iseng dan gabut. Berawal dari rasa gabut yang membuncah, hingga akhirnya iseng mencari-cari berbagai hal mengenai literasi dan tara! Ketemulah buku ini wkwk. Kesan pertama aku saat melihat buku ini, “ini buku apaan? Tampilannya kok kayak buku lama ya? Judulnya juga nggak estetik banget.” Karena rasa penasaran plus gabut, akhirnya aku coba-coba carilah di mbah Google tentang buku ini dan apa yang aku temukan bakal sedikit mengejutkan kalian. Ternyata buku yang tampilan luarnya nampak tua dan kuno ini merupakan buku yang berhasil menyabet penghargaan S.E.A Write Award pada tahun 2011 yang mana penghargaan ini diberikan langsung Raja Thailand di Thailand sana.

Setelah mengetahui hal itu, langsung gas aja lah aku menuju iPusnas buat baca ini buku dan entah kenapa aku langsung merasa sedih, karena yang minjam (baca) masih sedikit banget, mungkin faktor ini terbitan baru pikirku dan juga tampilan cover bukunya yang kurang menarik, judul bukunya pun tidak estetik wkwk (aku bilang gini karena sahabat beliau yang menerbitkan kembali buku ini pun bilang judul bukunya tidak estetik wkwk, tapi gak estetik kayak gini bisa dapat penghargaan, keren abis lah wkwk).

Seperti biasa baca di iPusnas, karena belum ada cuan buat beli buku hahaha

Puisi yang ada di dalam buku ini bisa dibilang susah-susah gampang untuk dimaknai, mungkin karena gaya penulisan yang tidak seperti puisi zaman sekarang atau kontemporer ditambah dengan adanya beberapa kata arkais di dalamnya membuatku harus bolak-balik KBBI biar tahu arti kata arkaisnya. Namun, walau begitu aku justru menyukai puisi jenis begini, walaupun susah untuk bisa dimaknai, akan tetapi masih bisa dinikmati dan juga menambah pembendaharaan kosa kataku yang cetek abis wkwkwk, yah lagipula masing-masing orang punya pemaknaannya masing-masing terhadap puisi, jadi gak perlu memutar otak sampai pusing dan sakit wkwkwk. Contoh kata arkais yang ada di dalam buku ini antara lain seperti bantun, sawang langit (sawang), kecipak dan epitaf. Bahkan aku akhirnya juga tahu kalau kata ‘lunas’ ternyata memiliki arti lain yang berhubungan dengan perahu. Lalu juga ada kata ‘kue juadah’ yang membuatku penasaran seperti apa kue juadah ini (jadi pengen makan juga wkwkwk). Selain itu yang membuatku suka adalah puisi-puisinya yang sebagian besar mengusung tema spiritual yang menurutku sekarang udah agak jarang ditemui buku puisi yang isinya kebanyakan berbau spiritual.
Beberapa judul puisi yang aku sukai di buku ini adalah, “Metafora Rumput”, “Surat Tanpa Alamat”, “Orang Itu”, “Tarian Malam”, “Lumpur”, “Sampah”, “Sembilan Pantun Ironi” dan “Laut”.

Aku sangat menyarankan kalian untuk membaca buku ini bagi kalian yang ingin belajar dan menyentuh kembali dunia puisi lama, menurutku sangat banyak yang bisa kupelajari dari buku ini, selain menambah pembendaharaan, aku juga belajar bagaimana sebuah buku puisi bisa memikat pembacanya perlahan demi perlahan sampai masuk dalam tahap menikmati keindahahannya. Mohon maaf jika ada salah kata, akhirul kata wassalamu'alaikum minna-san dan salam literasi ehe~




Comments

  1. Ah aku menunggu ulasan salah satu puisi d zawawi imron nya tapi nggak ada...yauda gpp deh. Kayaknya aku harus pinjam langsung di ipusnas deh biar legowo

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau mengulas salah satu puisinya saya kayaknya kurang berkompeten sih wkwk, juga puisi juga soal pemaknaan dari diri sendiri sih kak, soalnya masing-masing orang bisa beda tafsir.

      Delete
  2. Puisi diawal langsung menarik otak saya buat baca lebih jauh lagi. Ternyata banyak diksi yang saya baru baca dari ulasan review ini.

    ReplyDelete
  3. Sejujurnya, karena kosa kataku yang terbatas, aku terbilang jarang sekali menyentuh buku puisi.
    Bukan hanya kata-kata yang indah, namun mengandung makna yang dalam sehingga menjadi kesan tersendiri bagi para pembaca. Bagus banget sih ya..

    ReplyDelete
  4. Baca openingnya disambut dengan puisi yang mak jleb, ternyata bukunya tentang puisi ya
    Buku ini berisi banyak diksi yang jarang digunakan ya mbak, wah seru nih bisa sekalian belajar diksi

    ReplyDelete
  5. wah sejujurnya jarang bgt ada buku yang merangkum karya2 sastra puisi yang menarik dari seorang seniman puisi, dan lebih uniknya lagi ada cerita kalo buku kumpulan puisi2 ini mendapat penghargaan S.E.A Write Award pada tahun 2011 yang mana penghargaan ini diberikan langsung Raja Thailand... keren bgt

    ReplyDelete

Post a Comment

Komen aja, saya gak gigit kok :3

Yang Lagi Rame