[Busaku] Review Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita

Assalamu'alaikum minna-san, konnichiwa~ OK, sebagai seorang pemilik blog yang katanya update ketika ada endorse-an ini, saya ingin menarik kata-kata saya yang ada di catatan ini hahahaha. Saya mulai menyadari kalau belakangan saya mulai kembali ke habit blog ini pada umumnya, yaitu JARANG UPDATE, HAHAHAHAHAHA. Sebenarnya kalau cuman di sini saja sih aku nggak mempermasalahkan, tapi ini juga merambat ke kedua platform lain tempatku menulis seperti Medium dan Substack.

Baiklah, kali ini Catatan Syahid Noor kembali lagi dengan segmen Busaku, yaitu sebuah segmen di mana aku akan coba menjabarkan reading experience-ku ketika membaca sebuah buku. "Bang Bang, tapikan di judul catatan ini kok ada kata 'review' ya? Bukannya Busaku itu singkatan dari Bukan Ulasan Buku? Berarti kamu gak konsisten dong kayak Oda?!" Ya saya akui pada awalnya ini segmen dibuat memang aku gak berniat untuk nge-review buku, waktu itu aku juga agak ragu mengenai apakah penilaian subjektif dan penceritaan reading experience itu termasuk dalam ranah review atau nggak. Karenanya aku memutuskan untuk memberi nama segmen atau rubrik catatan ini Bukan Ulasan Buku (Busaku) dan bertahan hingga sekarang. Namun, kalau kalian sadar di setiap catatan Busaku juga aku selingin label review buku, alasannya biar makin banyak berkunjung ke blog ini sehingga aku bisa makin gacor dapat cuannya hahahaha (just kidding yaaa).

Label di catatan Busaku yang pertama, memang sungguh tidak konsisten sekali beliau ini wkwk.

Sebenarnya ini buku ini sudah lumayan lama kukhatamkan, yaitu pada tanggal 13  Maret yang lalu. Aku pun juga sudah menuliskan review-ku di Goodreads, tetap kurang afdol rasanya kalau nggak kututurkan juga di sini, terlebih buku yang akan kubahas kali ini merupakan buku dari salah satu penyair favoritku, Eyang Sapardi. Juga biar ini blog gak kosong-kosong amat karena penulisnya sering menghilang entah ke mana (singkatnya masalah jarang update lagi wkwkwk) 😭

"Bang, saya ini mau di bawa ke mana?"
Sopir yang sejak tadi menyanyi kecil di jalan yang penuh
motor itu tampak tersentak, "Lho, ibu maunya ke mana?"
Si penumpang sama sekali tidak tersentak, "Ke mana sajalah, Bang."
Sopir yang gemar baca komik itu segera sadar mereka telah
dilukis oleh dua juru gambar yang berbeda.

— hlm. 19 - dalam puisi berjudul Perempuan dan Sopir Taksi

Buku ini mungkin adalah buku puisi karya Eyang Sapardi yang paling kusukai sejauh ini dari sekian banyak buku beliau yang sudah kulumat (yah tidak terlalu banyak juga sih, tahu sendirilah kan ya~ aku kan slow reader banget oangnya hahahaha, paling 5-6 buku yang sudah kubaca karya beliau). Begitu banyak puisi yang aku liiiikkkkkee banget di buku kali ini. Mulai dari ide, tema dan pemikiran yang dituturkan di sini benar-benar dapat menyentuh selongsong atma pada diriku yang sering tersesat kalau lagi gabut. Pemilihan diksinya apalagi, chef kiss banget, sederhana tapi mengena banget, baru membaca sekitar 5 hingga 10 halaman, aku sudah dibuat takjub dengan kata-kata yang menari dengan apik dari Eyang Sapardi tanpa menghilangkan rasa jujur dan kesederhanaan. Sampai-sampai aku nggak bisa menahan diriku untuk menanggalkan kegiatan membaca buku ini agar nggak cepet-cepet habis dalam sekali lumat hahaha. Jangan heran aku menghabiskan hampir sepuluh hari untuk mengkhatamkan sebuah buku yang jumlah halamannya tidak lebih dari jumlah kata yang tak bisa tersampaikan pada dirinya yang jauh di sana (jk). 

Karya dari Rune Plegethon di Hujan Kata
/11/
Apakah benar itu umpatan
ketika terdengar ucapan,
Wahai, Perempuan,
kaulah kaum ringkih itu.

/12/
Selebihnya: senyap-sunyi semata

— hlm. 60 dalam puisi The Rest is Silence 

Ada begitu banyak puisi yang kusukai dalam buku ini, dan mungkin saja seandainya aku terus meniatkan diriku untuk membaca buku ini berulang-ulang kali demi memenuhi sebuah hasrat pencarian esensi dan makna–memaknainya sendiri–pada puisi-puisi Eyang di buku ini, mungkin aku akan mencintai, menyukai dan jatuh hati dengan seluruh puisi yang ada di setiap lembarnya. Dan aku harap itu juga yang bisa kalian temukan sendiri ketika kalian membaca buku apapun itu. Walaupun nanti kalian akan menemui titik nggak mengerti, nggak paham dan sulit memaknainya sendiri ketika membaca suatu buku, it's ok karena pencarian makna, arti dan tujuan sebuah buku itu layaknya pencarian makna, arti dan tujuan dalam hidup. Kalian bisa membacanya ulang lagi dan lagi sampai kalian hasrat kalian akan pengetahuan, pemikiran dan keingintahuan terpuaskan dan menemukan esensinya. Karenanya, jarang sekali aku tuh bisa mengkhatamkan buku dalam sekali baca dan lumat. Sering banget ketika aku selesai membaca satu buku, suatu hari nanti aku akan kembali membaca buku yang sama dan mencoba me-recall dan menemukan esensi baru di dalamnya seiring bertambahnya pengalaman, pengetahuan dan usia.



Yah, abaikan saja yapping-ku di atas kalau kalian nggak paham, karena itu nggak begitu penting-penting banget untuk kalian menghabiskan sekian joule energi untuk mencoba memahami yapping seorang pemuda yang terjebak hujan di sebuah kafe selama kurang lebih tiga jam lamanya. Btw, beberapa judul puisi yang kusukai dalam buku ini antara lain seperti "Perempuan dan Sopir Taksi", "Topeng Monyet", "Tiga Kwatrin Untuk Dons", "Masih Pagi", "Kesaksian", "Rumah Di Ujung Jalan", "Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita", "Senyap Penghujan", "The Rest is Silence", "Ia Bilang" dan "Kita Membuat Sangkar Meskipun Tak Ada Seekor Burung Pun Yang Berjanji Ikhlas Kita Pelihara”.

.... Tapi, siapa yang siap untuk percaya? Pada
suatu saat nanti, ketika sunyi menjadi
satu-satunya bunyi, ia akan tanggal sendiri
tanpa disentuh, sebentar berputar, tanpa gaduh.

— hlm. 45 dari puisi Ia Bilang

Yah, kurasa sampai di sini sahaja dahulu perjumpaan kita pada catatan kali ini. Kuharap kalian bisa terhibur atau mendapatkan insight dari tulisan ngawur dan nggak jelas ini, dan aku mohon maaf jikalau aku ada salah kata dalam menyampaikan sesuatu di atas tadi, karena aku juga manusia yang tidak akan luput dari nila setitik, hahaha. Sampai jumpa di catatan selanjutnya, see yaa ðŸ’–

Comments