Kisah Sufi, Cincin dan Dzun Nun al-Misri


Assalamu'alaikum minna~
Kali saya ingin menceritakan sepenggal kisah kesufian dari sufi yang mashyur dari negeri yang amat jauh, Mesir. Kuharap kalian bisa mengambil hikmah dari kisah ini ^^ (Maafkan kalau kisah islami yang ada di blog ini jarang ap to det. Karena mimin bingung mau cerita apa yang bisa dimasukkan ke dalam blog ini haha. Jadi do'akan semoga mimin istiqomah update blog ini :3).

Di Negeri Mesir hidup seorang sufi yang mashyur bernama Dzun Nun al-Misri. Ia hidup cukup sederhana, baik dalam berpakaian maupun gaya hidup yang lainnya.  Dan hal tersebut mengundang perhatian dari seorang pemuda. Karena didesak keingintahuan yang besar, sang pemuda pun mendatanginya dan bertanya, " Tuan, saya belum paham mengapa orang seperti anda berpakaian apa adanya dan amat sederhana? Bukankah di zaman seperti ini berpakaian baik amat perlu? Bukan hanya sekedar untuk berpenampilan saja, namun untuk urusan lainnya juga". 

Beliau hanya tersenyum, lalu berkata, " Sahabat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi terlebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar yang ada di seberang sana. Cobalah, bolehkah kamu menjual ini seharga satu keping emas."
Melihat Dzun Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu dan berkata, " Satu keping emas? Saya tidak yakin ini bisa dijual dengan harga satu keping emas."
"Cobalah dahulu sahabat muda. Siapa tahu kamu berhasil," jawab Dzun Nun.
Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang-pedagang. Seperti pedagang sayur, pedagang kain, pedagang daging dan ikan serta yang lainnya. Ternyat, tak seorang pun berani membelinya seharga satu keping emas. Mereka hanya menawar satu keping perak. Tentu saja, pemuda itu tidak berani menjualnya dengan harga begitu. Ia pun kembali kepada Dzun Nun dan memberitahunya, "Tuan, tak seorang pun yang berani membeli cincin ini seharga 1 keping emas. Mereka hanya berani membelinya seharga 1 keping perak.".
Sembari tersenyum arif Dzun Nun pun berkata, " Sekarang pergilah kamu ke toko emas yang ada di belakang jalan ini. Coba engkau perlihatkan cincinnya kepada pemilik atau tukang emas yang ada di sana. Jangan buka harga. Dengarkan saja, bagaimana ia memberikan penilaian."
Pemuda itu pun bergegas pergi ke toko emas yang di maksud. Ia kembali kepada Dzun Nun dengan raut wajah lain. Ia pun berkata, " Tuan, ternyata para pedagang di pasar tidak mengetahui nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawar cincin ini seharga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawarkan oleh para pedagang yang ada di pasar tadi."
Dzun Nun tersenyum simpul sambil berkata, " itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi wahai sahabat muda. Seseorang tak boleh dinilai dari pakaiannya (luarnya) sahaja. Hanya 'pedagang sayur, ikan dan daging' di pasar yang menilai cincin ini demikian. Namun tidak bagi 'pedagang emas'. Emas dan permata yang ada di dalam diri seseorang hanya dapat dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu perlu proses dan masa, wahai sahabat mudaku, Kita tak dapat menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat loyang ternyata adalah emas."

Dan begitulah sepenggal kisah kesufian dari Dzun Nun al-Misri. Sekali lagi, semoga kita dapat memetik hikmah dan hidayah dari kisah di atas. Akhirul kata, Wassalamu'alaikum.

Comments

Yang Lagi Rame